JAKARTA, KAMIS - Indonesia menempati urutan ke-14 di kawasan Asia Pasifik berdasarkan sebuah studi terbaru mengenai daya saing industri teknologi informasi (TI) yang dilakukan secara independen oleh the Economist Intelligence Unit dengan dukungan Business Software Alliance (BSA).
Direktur Kebijakan Piranti Lunak BSA untuk Asia, Goh Seow Hiong, yang disertai Donny A Seijoputra, perwakilan BSA untuk Indonesia, memaparkan hasil riset yang dilakukan pada November 2006-Juli 2007 kepada wartawan di Jakarta Rabu (26/9).
“Penelitian yang melibatkan 64 negara dari tujuh kawasan ini meruupakan upaya pertama untuk membandingkan kinerja negara-negara di dunia dalam membangun suatu lingkungan yang mendukung daya saing industri TI,” kata Goh.
Selain untuk kawasan Asia Pasifik, berdasarkan riset itu juga, Indonesia berada di urutan ke-57 di seluruh dunia dengan skor indeks keseluruhan Indonesia mencapai 23,7.
Menurut dia, Indonesia telah menunjukkan kinerja yang lebih baik dalam hal lingkungan bisnis secara keseluruhan (skor 51) dan dukungan untuk pengembangan industri TI (skor 48), dibandingkan dengan lingkungan hukum dan Litbang yang skornya masing-masing hanya 36,6 dan 39.
Bidang yang paling lemah untuk Indonesia adalah infrastruktur TI. Di bidang ini Indonesia berada di urutan paling rendah di antara semua negara (urutan ke-64) meliputi belanja piranti keras, piranti lunak dan layanan TI, kepemilikan desktop dan laptop, koneksi broadband dan server internet yang aman berdasarkan hitungan per kapita.
Negara-negara anggota ASEAN seperti Vietnam berada di urutan ke-60 (skor 0,6), Filipina di urutan ke-55 (skor 2,2), Thailand ke-49 (skor 6,4), Malaysia di urutan ke-33 (skor 16,5) dan Singapura di urutan ke-12 (skor 58,8).
Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan dan Inggris memberikan lingkungan yang paling kondusif untuk daya saing TI. Dengan mengandalkan kekuatan kombinasi antara skala dan kualitas di bidang-bidang utama yang mendukung daya saing TI, AS menempati urutan teratas dalam tabel indeks.
“Laporan ini menegaskan posisi Indonesia di tingkat global dan regional berdasarkan faktor-faktor tersebut dan memberikan indikasi mengenai bidang-bidang yang dapat menjadi fokus strategi pemerintah untuk memperbaiki daya saing industri TI-nya,” kata Goh.
Dikatakannya, sangat penting bagi Indonesia untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan di masa datang guna meningkatkan investasi dan memperbaiki pondasi infrastruktur TI agar posisinya lebih baik.
“Walau demikian tiap negara ingin memperbaiki daya saing TI-nya dan perlu waktu untuk bisa berubah karena perubahan tidak bisa dalam semalam,” ujar Goh.
BSA yang beranggota antara lain Adobe, Apple, Dell, IBM, Intel dan Microsoft mendukung program inovasi teknologi melalui inisiatif edukasi dan kebijakan yang mempromosikan perlindungan hak cipta, keamanan cyber, perdangan dan e-commerce.
Aliansi ini juga berperan aktif dalam pembuatan UU Cyber bersama pihak-pihak terkait di Indonesia. (WAH/ANT)
0 komentar:
Posting Komentar